Rabu, 03 Desember 2008

Isu Niatan Pernikahan Imam Ali as. Dengan Putri Abu Jahal



<<<

Disebutkan bahwa Imam Ali as. berminat melamar dan dalam sebagaian riwayat telah meminang putri Abu Jahal untuk dijadikan istri kedua disamping sayyidah Fatimah as. kemudian berita tersebut terdengan oleh Fatimah as. dan beliaupun marah dan melaporkan perlakuan Imam Ali as. kepada Nabi; ayah Fatimah as., seraya berkata: Orang-orang berkata bahwa Anda tidak marah untuk membela putri Anda, Ini Ali ia akan mengwini putri Abu Jahal. Mendengan berita itu nabi marah kemudian mengumpulkan para sahabat beliau di masjid dan berpidato: Sesungguhnya Fatimah adalah dariku, dan saya khawatir ia terfitnah dalam agamanya…Saya tidak mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, akan tetapi –demi Allah- tidak akan berkumpul putri seorang rasulullah dan putri musuh Allah pada seorang suami…. Saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengiznkan… kecuali jika Ali akan menceraikan putri saya dan mengawini putri mereka… Fatimah adalah penggalan dariku menyikitiku apa yang menyakitinya dan menggangguku apa yang mengganggunya.

Dalam pidato itu Nabi saw.menyebut-nyebut menantu beliau yang lain dari keluarga Bani Abdusy-Syams bermana Abu al-Aash ibn ar-Rabi’ dan memuji-mujinya dengan kesetiaan dan kejujuran.

Inilah sekilas kisah tersebut sebagaimana saya rangkum dari riwayat-riwayat para muhadis.

Para Periwayat Berita

Hadis tentangnya telah diriwayatkan oleh hampir semua muhadis kenamaan Ahlussunah dalam kitab-kitab Shihah, Sunan dan Masanid mereka.

· Al-Bukhari dalam Shahihnya beriwayatkannya dalam beberapa kesempatan:

1. Kitab al-Khums.[1]

2. Kitab an-Nikah.[2]

3. Kitab al-Manaqib, bab Dzikr Ash-haar an-Nabi (tentang menantu-menatu Nabi).[3]

4. Kitab ath-Thalaq, bab asy-Syiqaq ( Kitab perceraian, bab, pertengkaran suami-istri).[4]

· Muslim meriwayatkan bebarapa riwayat tentangnya dalam Shahihnya: Bab Fadha’il Fatimah.[5]

· At-Turmudzi meriwayatkan dua riwayat dari; Miswar ibn Makhramah dan dari Abdullah ibn Zubair.[6]

· Ibnu Majah meriwayatkan dua riwayat dalam Sunannya;dalam kitab an-Nikah, bab al-Ghirah (bab; kecemburuan).[7]

· Abu Daud meriwayatkan beberapa riwayat dalam kitab an-Nikah.[8]

· Al-Hakim dalam Mustadraknya meriwayatkan beberapa hadis tentangnya.[9]

· Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam Mushannafnya.[10]

· Imam Ahmad dalam Musnadnya juga meriwayatkan tidak kurang dari tiga belas hadis tentangnya.[11]

Dan beberapa muhadis selain mereka, seperti al-haitsami dalam Maj’ma’ az-Zawaid[12], Ibnu Hajar dalam al-mathalib al-’Aaliyah Bi Zawaid al-Masanid ats-Tsamaniyah[13]dan al-Muttaqi al-Hindi dalam Kanzul-Ummalnya.[14]

Sekilas Tentang Para Periwayat

Dari penelusuran jalur-jalur periwayatan kisah tersebut dalam kitab-kitab Shihah, Masanid dan Ma’ajim… akan kita temukan nama-nama yang menjadi pangkal penyampaian kisah tersebut, nama-nama itu sebagai berikut:

  1. Miswar ibn Makhramah.

  2. Abdullah ibn Abbas.

  3. Ali Ibn Husain as.

  4. Abdullah ibn Zubair.

  5. Urwah ibn Zubair.

  6. Muhammad ibn Ali.

  7. Suwaid ibn Ghaflah.

  8. Amir asy-Sya’bi.

  9. Ibnu Abi Mulaikah.

  10. Seorang dari penduduk Makkah.

Tentang jalur Riwayat Miswar

Jalur Miswar adalah satu-satunya jalur yang disepakati penukilannya oleh para penulis Shihah, ia jalur yang dipilih Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, Ibnu Majah. Jalur Ibnu Zubair hanya kita temukan dalam rirawat at-Turmudzi dan iapun telah menyangsikannya, dan jalur Urwah hanya ada pada riwayat Abu Daud.

Maka untuk mempersingkat kajian kita kali ini saya akan membatasi telaah saya pada jalur Miswar ibn Hakhramah.

Jalur-jalur periwayatan dari Miswar sampai kepada kia melalui perantara-perantara dibawah ini:

1. Ali ibn Husain (Imam Zainal Abidin as.)

2. Abdullah ibn Ubaidillah uibn Mulaikah.

Perawi yang menukil riwayat kisah itu dari Imam Zainal Abidin as. hanyalah Muhammad ibn Syihab az-Zuhri.

Sementara yang menyambungkin kita dengan riwayat Ibnu Abi Mulaikah adalah:

  1. Laits ibn Sa’ad.

  2. Ayyub ibn Abi Tamimah as-Sakhtiyani.

Imam Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah meiwayatkannya dari jalur Abu al-Yaman dari Syu’aib dari Az-Zuhri. Dan juga Bukhari, Muslim, Adu Daud dan Ahmad meriwayatkannya dari Walib ibn Katsir dari Muhammad ibn ‘Amr ibn Halhalah dari Az-Zuhri. Sebagaimana juga Muslim meriwayatkannya dari An-Nu’man dari Az-Zuhri.

Dalam kesempatan ini saya tidak ingin membeber tentang data Abu al-Yaman; Al-Hakam ibn Nafi’ dan periwayatannya dari Syu’aib ibn Hamzah tukang tulis Az-Zuhri, kendati para ulama’ telah banyak membicarakan dan menyangsikan kejujurannya.[15]sehingga sebagaian ulama’ menegaskan bahwa Abu al-Yaman tidak pernah mendengar barang sepatah dua kata dari Syu’aib, dan perlu di ketahui bahwa keduanya adalah penduduk kota Himsh yang di kenal membenci Ali as.[16] dan di kenal kedunguan mereka, sampai-sampai dijadikan contoh pepatah.[17]

Saya juga tidak akan membeber biodata Walib ibn Katsir yang khwarij itu.[18]

Saya tidak akan membeber tentang Ayyub dan Laits yang sering mengada-ngada hadis palsu itu,[19] tidak juga tentang Nu’man ibn Rasyid al-Jazri, yang sangat dicacat oleh al-Qaththan , Ahmad, Ibnu Ma’in, Bukhari, Abu Hatim,Ibnu Abi Hatim,Abu Daud, an-Nasa’i dan al-Uqaili[20].

Dalam kesempatan ini saya hanya tetarik membeber biodata Ibnu Abi Mulaikah dan Az-Zuhri.

Adapun Ibnu Abi Mulaikah perlu diketahui disini bahwa ia adalah Qadhi yang diangkat Abdullah ibn Zubair dimasa kekuasaannya dan juga tukang adzannya[21]. Sedang permusuhan Ibnu Zubair kepada Ali as. dan Ahlulbait as. baukan rahasia lagi, sampai-sampai ia dalam khutbah jum’atnya tidak mau bershalawa kepada Nabi saww. dengan alasan Nabi mempunyai Ahlulbait yang busuk jika saya bersahawat kepadanya mereka akan besar kepala dan menjadi congkak.

Adapun Az-Zuhri yang merupakan pangkal kisah ini dan ialah yang mengaku meriwayatkan hadis ini dari Imam Ali Zainal Abidin as.saya perlu sedikit memerinci tentangnya.

Sekilas Tentang Az-Zuhri

Ibnu Abi al-Hadid menceitakan: Jarir bin Abdul Hamid meriwayatkan dari Muhammad bin Syaibah, ia berkata: Aku menyaksikan Al-Zuhri dan Urwah di masjid kota Madinah, keduanya sedang duduk membicarakan Ali as. Lalu keduanya mencela-cela dan mengecam beliau. Kemudian berita ini sampai kepada Imam Ali bin Husein as. Maka datanglah beliau menemui keduanya dan mengecam mereka.

Beliau (Imam Ali bin Husain as.) berkata kepada Urwah: “Hai Urwah, ketahuilah bahwa ayahku (Ali as) akan membawa ayahmu kepengadilan Allah dan Allah pun akan memenangkan ayahku dan menghukum ayahmu. Adapun kamu hai Zuhri, seandainya kamu berada di kota Makkah pasti akan saya perlihatkan rumah ayahmu”.[22]

Dan untuk menegaskan upayanya dalam kebnciannya kepada Imam Ali as. ia tidak segan-segan berbohong dengan memalsu hadis bahwa Imam Ali as. adalah mati kafir. Ibnu Abi al-Hadid berkata: “Zuhri meriwayatkan dari Urwah bin Zubair bahwa Aisyah menceritakan kepadanya: “Aku pernah di sisi Rasulullah ketika Abbas dan Ali datang, lalu beliau bersabda kepadaku: “Hai Aisyah, sesungguhnya dua orang ini akan mati tidak atas dasar agamaku”.[23]

Ibnu Abdil Barr menyebutkan sebuah riwayat pernyataan Az-Zuhri: Ma’mar menyebutkan dalam Jami’nya dari Az-Zuhri, ia berkata: SAya tidak mengetahui ada seorang yang memeluk Islam sebelum Zaid ibn Haritsah. Abdur-Razzaq berkata: Saya tidak mengetahui seorang mengatakan ini selain Az-Zuhri.

Selain itu ia adalah seorang ulama’ penguasa bani Umayyah, dan keterlibatannya yang sangat dalam dengan para penguasa dzalim itu menjadikannya ia di kecam oleh teman-temannya. Abdul Haq ad-Dahlawi mengetakan bahwa Az-Zuhri bergaul dengan para penguasa itu di sebabkan lemahnya keyakinan agamanya. Ketika ada seorang membanding-bandingkan antara aAz-Zuhri dngan Al-A’masy, Ibnu Ma’in mengatakan: Kamu ingin disamakan antara Al-A’masy dengan Az-Zuhri?!!… Az-Zuhri bekerja untuk Bani Umayyah sedangkan Al-A’masy seorang yang fakir dan sabar, menjauhi penguasa, ia wara’ (sangat hati-hati dalam agama) dan pandai Al-Qur’an.[24]

Imam Ali Zainal Abidin pernah menegur dan menasihatinya agar menjauhi penguasa dan bekerja untuk kepentingan mereka, karena hal itu dapat menipu kaum awam dan merusak agama mereka, sebab keterlibatan sorang alim dalam istana penguasa zalim akan menjadikan kaum awan memandang kebatilan sebagai kebenaran.[25]

Dengan demikian sangatlah nihil kalau Imam Ali ibn Husain as. yang menyampaikan hadis yang memuat pelecehan tehadap Nabi, Ali dan Fatimah as.akan tetapi az-Zuhri memang lihai, ketika ia memalsu hadis yang mendiskriditkan Ahlulbait as. ia menyandarkannya kepada salah seorang tokoh Ahlulbait as. dengan tujuan agar kebohongan itu mudah di terima banyak kalangan, seperti ketika ia memalsu hadis tentang pengharaman mut’ah, ia menyandarkannya kepada Imam Ali as.[26]

Inilah sekilas tentang Az-Zuhri. Dan kini mari kita simak siapakah Miswar- perawi andalah dalam kisah diatas-.

Miswar Ibn Makhramah:

Disini kita akan melihat sekilas siapakah sebenarnya Miswar yang menjadi periwayat andalan dalam masalah kita ini.

Perlu diketahuai bahwa:

1. Ia lahir tahun kedua Hijrah. Jadi usianya ketika penyampaian pidato Nabi saww. bisa kita bayangkan, ia masih kanak-kanak. Lalu bagaimna ia mengatakan bahwa ketika itu ia sudah baligh?![27] Padahal usianya ketika wafat Nabi saww. hanya delapan tahun.[28]

2. Ia bersama Ibn Zubair yang dikenal sangat anti pati kepada keluarga Nabi khususnya Ali as. Ibnu Zubair tidak memeutuskan pekara kecuali setelah bermusyawarah dengannya, ia terbunuh dalam peperangan membela Ibnu Zubair menentang penguasa Damaskus;Yazid, dan Ibnu Zubair yang memandikan jenazahnya.

3. Apabila disebut nama Muawiyah dihadapannya, ia mengucapkan shalawat atas Muwawiyah.[29]

Sekilas Tentang Kisah

Setelah keterangan tentang sanad kisah diatas, marilah kita menyoroti kandungan ksah tersebut… Ada beberapa catatan yang perlu diketahuai disini.

· Para ulama’ kebingungan mengetahui kaitan antara permohonan untuk dihadiahkannya pedang kepadanya oleh Ali Ibn Husain Zainal Abidin as. dengan penyampaian kisah yang melecehka Imam Ali as. tersebut. Sebab seperti diketahui ia menyampaikan kisah tersebut ketika ia meminta agar pedang Rasulullah saww. yang ada pada Imam Ali ibn Husain as.dihadiahkan kepadanya, agar ia jaga denga baik.

· Miswar mengatakan bahwa apabila pedang itu diserahkan kepadanya ia akan menjaganya hingga tetes darah penghabisan, seperti disebutkan dalam riwayat Bukhari dan lainnya, dan para ulama’ mengatakan hal itu ia lakukan demi kecintaannya kepada keluarga Fatimah as. dan agar mereka tenang. Akan tetapi, bukankah hal aneh seseorang yang mengaku cinta kepada sebuah keluarga, namum ia melecehkan ayah mereka, yang pasti hal itui menyakitkan hati keturunan Ali as.

Renungan Tentang Kisah:

Kisah diatas perlu kita tinjau dari sisi fikih dan sisi etika dan emosiaonal… setelah kita mengalah dengan menganggap benar kejadian yang disebut dalam kisah tersebut…

Apa yang dilakukan Imam Ali as? Apa sikap Fatimah as.? Dan reaksi apa yang muncul dari Nabi saww.?

Imam Ali as. melamar putri Abu Jahal, lalu Fatimah sakit hati dan Nabipun berdiri diatas mimbar berpidato… .

Apakah haram atas Imam Ali as. kawin dengan wanita lain selama hidup Fatimah, atau tidak?

Kalau haram, apakah Imam Ali as. mengatahui pengharaman itu, atau tidak?

Yang jelas Imam Ali as. tidak akan melakukan hal haram sementara ia mengetahuinya. Jadi hal itu tidak haram baginya atau ia tidak mengetahui pengharaman itu.

Akan tetapi asumsi kedua tidak mungkin kita nisbatkan kepada sahabat biasa apalagi pintu kota imlu Nabi saw.

Jadi ketika melakukan hal itu tidak melakukan sesuatu yang diharamkan dalam syari’at, ia seperti sahabat lainnya, boleh kawin lebih dari satu wanita. Andai ada hukum khusus untuknya pastilah ia tahu atau paling tidak di beri tahu sebelumnya.!

Dengan demikian, apakah dibenarkan Fatimah as. keluar rumah-sekedar mendengan gosip bahwa suaminya kawin lagi- menemui Rasulullah saww. ayahnya dan mengeluhkan sikap Ali as. dengan kata-kata kasar, seperti dalam riwayat itu?!

Imam Ali a. tidak sedang melakukan tindakan haram, sehingga kita mungkin menganggap Fatimah as. sebenarnya ingin menegakkan amar ma’rum nahi mungkar. Lalu apakah Fatimah as. wanita yang disucikan dari segala rijs dan kekotoran sama derngan wanita lain yang tidak disucikan, ia dibakar oleh rasa cemburu buta sebagaimana wanita lain?! Lalu apakah kecemburan Fatimah as. karma Imam Ali as. kawin lagi, atau sebenarnya kecemburuan itu berkobar dan membakar hatinya karena yang akan dinikahi Imam Ali as adalah putri Abu Jahal?!

Kemudian setelah mendengan kabar atau laporan putrinya atau prmohonan izin untuk menikah oleh keluarga Abu Jahal atau permintaan izin Ali as. kepada Nabi saww.[30] dan menyaksikan putrid kesayangannya terkejut dan sakit hati, Nabi saww. berdiri diatas mimbar berpidato dihadapan para sahabat yang memadati ruang dan sudut-sudut masjid…. Apa isi pidato Nabi saww.?!

Pidato beliau saww. memuat poin-poin diabawah ini:

1. memuji menantu beliau dari suku Bani Abdisy-Syams…

2. kekhawatiran beliau kalau-kalau putri kesayangannya terfitnah (rusak) agamanya…

3. Nabi saww. tidak mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram… Namun demikian beliau tidak akan mengizinkan pernikahan itu terjadi…

4. Tidak akan diperbolehkan baginya atau bagi seseorang untuk mengumpulkan menjadi istri seseorang antara putri Rasul Allah dan putri musuh Allah…

5. Kecuali apabila Ali ibn Abi Thalib as. menceraikan putri Nabi saww. kemudian baru menikahi putri Abu Jahal… Dan dalam sebuah riwayat: kalau ia tetap nekat menikahi putri Abu Jahal maka kembalikan putri kami…

Apakah pernyataan-pernyataan dalam pidato itu dapat dibenarkan?! Para pensyarah kebingungan menghadapi riwayat-riwayat kisah diatas…mereka mengakui bahwa Ali as. melamar anak Abu Jahal dan itu tidak haram hukumnya… mereka mengatakan bahwa Fatimah as.juga mengalami rasa cenburu sebagaimana wanita lain…

Fatimah as. bukan wanita biasa yang dikhawatirkan akan rusak agamanya atau digerogoti rasa cenburu seprti wanita lain, sementara Allah SWT. telah menurunkan ayat at-That-hir yang menegaskan kesucian beliau dari seala rijs, penyimpangan, maksiat dan kekejian… Fatimah adalah wanita sempurna, beliau adalah penghulu wanita sejagat… Dan anggap apa yang disebut dalam dongeng itu benar, tentunya hal itu tidak khusus ketika Ali hendak menikahi putri Abu Jahal…

Dalam pidatonya, Nabi saww. mengakiu bahwa Ali as. tidak melakukan tidakan haram, akan tetapi beliau tidak mengizinkan pernikahan itu berlangsung…Apakah izin seorang mertua itu syarat?! Apakah beloh sorang mertua memaksa menantunya menceraikan anaknya jika ia menikah lagi?!

Semua itu tidak benar dan tidak terjadi…

Anggap benar bahwa Fatimah as. mengalami kecemburuan[31]… dan anggap benar Nabi saww. juga cemburu mebela putrinya[32]… Lalu mengapakah beliau naik mimbar dan mengumumkannya dihadapan halayak ramai dan mempermalukan Ali as.?!

Ibnu Hajar al-Asqallani berkata: Nabi saww. berpidato agar hukum itu tersebar dikalangan manusia lalu mereka mengamalkannya…. .[33]

An-Nawawi berkomentar: para ulama’ berkata: hadis itu memuat pengharaman mengganggu Nabi saww.dala segala hal dan dengan segala bentuk, walau hal itu muncul dari hal yang mubah(boleh dilakukan\tidak haram) sementa beliau asih hidup, berbeda dengan orang lain. Mereka mengatakan: Nabi saww. telah memberitahukan kehalalan menikahi putri Abu Jahal bagi Ali denga sabdanya: Saya tidak mengharamkan yan halal, akan teapi saya melarang menggabungkan antara keduanya, kerena ada dua alas an yang di sebut dalam sabda tesebut; Pertama: karena hal itu menyebabkan Fatimah terganggu dan dengannya Nabipun akan terganggu, maka binasalah orang yang mengganggu Nabi…Maka Nabi saww. melarang hal itu kareana sempurnanya belas kasih dan saying beliau kepada Ali dan Fatimah. Kedua: kekhawatiran akan terfitnahnya Fatimah di kerenakan sara cemburu.[34]

Dan yang paling aneh adalah sikap Imam Bukhari yang menjadikan ucapan Nabi saww. yang mengatakan” maka saya tidak akan mengizinkan” sebagai permintaan cerai, oleh karenanya ia menyebutnya dalam bab asy-Syiqaaq (percekcokan antara suami-istri) pada kibab at-Thalaq(perceraian). Dan sebagaian ulama’pun mengkritik penyebutan hadis itu pada tempat tersebut.[35]

Para pembela Bukhari mengakatan: bahwa peletakan itu tepat, mengingat apabila Ali tetap bersikeras menikahi putri Abu Jahal maka akan terjadilah percekcokan antara Ali dan Fatimah oleh karenanya Nabi saww.hendak menghindarkan hal itu terjadi dengan mencegah Ali melalui isyarat agar ia meninggalkan menikahi putri Abu Jahal…[36]

Pembelaan itu didasari dua hal; pertma: bahwa Fatimah tidak akan rela…kedua: pernikahan itu akan menyebabkan percekcokan antara keduanya…!!

Lalu apakah usaha pencegahan Nabi saww. dilakuka dengan isyarat, atau justru dengan pidato yang memuat pujian kepada menantu Nabi saww. yang lain, mempermalukan Ali dan mengancamnya akan mengambil kembali putri kesayangan beliau ?!

Serta masih banyak lagi kejanggalan lain yang dapat Anda temukan dalam riwayat-riwayat itu dan juga pada komentar para ulama’ pensyarah hadis.

1. Catatan:Fatimah as. benar-benar penggalan Nabi saww. beliau adalah badh’atun minni seperti di sabdakan Bani saww. berkali-kali dan dalam banyak kesempatan, sebagai penegasan akan keharaman mengganggu beliau as. dan kemarahan dan murkanya adalah kemarahan dan murka Rasulullah saww. dam murka Nabi saww. adalah murka Allah SWT. Hadis yang menegaskan hal itu telah di riwayatkan oleh banyak sahabat, diantaranya adalah Imam Ali as.[37] dan tlah di riwayatkan tidak kurang dalam seratus dua puluh kitab ulama’ Ahlussunnah. Dan darinya disimpulkan bahwa yang mencacinya dihukumi kafir… Fatimah lebih afdhal dari syaikhain[38] dan disini kami tidak dalam rangka menyebut-nyebut para perawi hadis tersebut. Yang ingin kami tegaskan disini ialah bahwa hadis Fatimah badh’atun minni tela diriwayatkan dalam Bukhari dan Muslim dari Miswar dalam bab Fadlail( keutamaan) Fatimah tanpa menyebut-nyebut kisah niatan melamar putri Abu Jahal. Ibn Hajar berkata: Dalam Shahihain dari Miswar ibn Makhramah: Saya mendengar Rasulullah saww. bersabda: “Fatimah adalah penggalan dariku, menggangguku apa yang mengganggunya”[39] ” Fatimah adalah penggalan dariku, yan menyebabkan murkanya menyebabkan murkaku”[40]. Keduanya meriwayatkan dari Sufyan ibn Uyainah dari Amr ibn Dinar dari Ibn Abi Mulaikah dari Miswar ibn Makhramah.[41]

Demikian juga pada riwayat al-Baihaqi dan al-Khathib at-Tabrizi tanpa menyebut kisah niatan melamar. Begitu juga pada al-Jami’ ash-Shaghir, baik dalam matan maupun syarahnya..

Dan yang perlu dipehatikan disini ialah bahwa pada jalur periwayatan yang tidak menyebut kisah itu tidak kita temukan nama Ibnu Zubair, az-Zuhri, asy-Sya’bi dan al-Laits…

Kami berhujjah dengan hadis tesebut walaupun kami mencacat Miswar dan Ibn Abi Mulaikah, sebab kesaksian lawan adalah sebaik-baik kesaksian.

Namun demikian kuat kemungkinan bahwa ada usaha pemalsuan yang mengatasnamakan Miswar yang dilakukan oleh orang-orang tertentu dengan tujuan tertentu. Mungkin sipemalsu itu adalah Zuhri-ulama’ rezim tiran Bani Umayyah- atau Ibnu Zubair pembenci Ali dan keluarga suci kenabian as. atau mungkin juga asy-Sya’bi- seorang alim yang bergelimang dalam kubangan kebjatan istama rezim Umayyah, atau al-Laits.. wallahu A’lam.

Penutup:

Telah kami sebutkan satu persatu nama-mana perawi yang meriwayatkan kisah diatas…dan telah kami jelaskan sepintas matan hadis tersebut dan kerancuan yang tedapat didalamnya…

Diantara para periwayat itu ialah: Abdullah ibn Zubair, Urwah ibn Zubair, Miswar ibn Makhramah, Abdullah ibn AbiMulaikah, Zuhri, Syu’aib ibn Rasyiid dan Abu al-Yaman… Merekalah pentolan pemalsu kisah konyol yang mendiskriditkan Imam Alias. Dan Nabi serta Fatimah sekaligus.

Mereka dalam satu aliran dengan pimpinan mereka Abdullah ibn Zubair yang dikenal kebenciannya terhadap Imam Ali dan keluarga suci Nabi saww. dialah yan berniat untuk membakar hidup-hidup semua keluarga Nabi dan Bani Hasyim ketika ia memberontak dan berhasil menguasai kota Makkah dan sekitarnya… Dialah yang tidak mau bershlalawat kepada Nabi dalam khutbah jum’at yang ia pimpin dengan alasan bahwa Nabi Muhammad saww. mempunyai keluarga yan busuk, jika ia bershalawat kepada Nabi saww. kepala-kepala mereka yang membesar…

Oleh karenaya, sudahlah seharusnya jika kita perlu melihat. Memilas dan menyeleksi sunnah Nabi saww. yang sampai melalui jalur mereka.

[1] Shahih Bukhari- dengan Syarah Ibnu Hajar:6\161-162.

[2] Ibid,: 9\268-270.

[3] Ibid,: 7\67.

[4] Ibid,: 8\152.

[5] Shahih Muslim dengan Syarah An-Nawawi:????

[6] Shahih at-Turmudzi:5\699.

[7] Sunan Ibn Majah:1\644.

[8] Sunan Abi daud:1\323-324.

[9] Al-Mustadrak:3\158.

[10] Mushannaf:12\128.

[11] Musnad:4\5,326 dan 328. dan dalam kitab Fadhail ash-Shahabah:2\754.

[12] 9\203 menukil dari riwayat ath-Thabarani dalam tiga kitab Mu’jamnya dan dari al-Bazzar dari sahabat Ibnu Abbas.

[13] 4\67.

[14] 13\677.

[15] Tahdzib at-Tahdzib:4\307.

[16] Ibid,2\380.

[17] Ibid, 2\304

[18] Ibid,11\131.

[19] Ibid,8\415.

[20] Ibid,10\404.

[21] Bid,5\268.

[22] Syarh Nahjul Balaghah Jilid I juz 4 hal. 371.

[23] Syarh Nahjul Balaghah; Ibnu Abi Al-Hadid Jilid I juz 4 hal. 358. Dan bagi anda yang ingin tahu lebih jauh riwayat-riwayat yang mereka produksi, saya persilahkan merujuk langsung ke buku tersebut.

[24] Tahdzib at-Tahdzib, biografi Al-A”masy:4\195.

[25] Tuhaf al-Uqul:198. Surat teguran itu dimuat al-Ghazzali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin:2\143 dengan tanpa mnyebut nama Imam Zainal Abidin, ia berkata: ” Ketika Az-Zuhri berhubungan dengan penguasa, seorang saudara seagamanya menuliskan sepucuk surat kepadanya..”.

[26] Dan upaya seperti itu tidak hanya dilakukan oleh Zuhri saja, walaupun ia yang paling parah, kita banyak menemukan hal serupa dilakukan para perawi lain seperti Abdullah ibn Muhammad ibn Rabi’ah ibn Qudamah al-Qudami, dengan menyandarkan kepalsuannya kepada Imam Ja’far dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Abu Bakar yang bertindak selaku imam dalam shalat jenazah Fatimah as. dan ia takbi empat kali. (lebih lanjut baca: Lisan al-Mizan:3\334 dan Al-Ishabah:4\379).

[27] Shahih Bukhari- dengan Syarah Ibnu Hajar:6\161-162.

[28] Fath al-Bari:9\270. Kisah itu terjadi- kalau benar- enam atau tujuh tahun setelah kelahirannya.

[29] Siyar A’laam an-Nubala’:3\391-394 dan Tahdzib at-Tahdzib:10\137.

[30] Masing-masing sesuai dengan perselisihan redaksi riwayat dongeng diatas.

[31] Oleh kareananya Ibnu Majah menyebut hadis kisah ini dalam bab al-Ghirah (kecemburan).

[32] Bukhari menyebut hadis ini dalam bab Dzabb ar-Rajuli’An Ibnatihi Fi al-Hgirah wa al-Inshaaf (pembelaan seorang terhadap putrinya dalam kecemburuan dan meminta sikap obyektif), dan ia tidak menyebut kecuali hadis ini.

[33] Fath al-Bari:7\67. Keterngan serupa juga di kemukakan al-’Aini dalam ‘Umdah al-Qari:16\230

[34] Al-Minhaj Fi Syarhi Shahih Muslim ibn Hajjaj:16\2-3.

[35] Fath al-Bari:20\72-73 dan Umdah al-Qari:20\260.

[36] Irsyaad as-Sari:8\152. dan Fath al-Bari:20\73.

[37] Baca; al-Ishabah:4\378 dan Tahdzib at-Tahdzib:12\469.

[38]Baca : Fath al-Bari:14\256, Irsyaad as-Sari, ‘Umdah al-Qari dan al-Minhaj…dan lai-lain.

[39] Shahih Muslim, bab dari keutamaan Fatimah ra. , hadis kedua: al-Minhaj:16\3.

[40] Shahih Bukhari, bab Manaqib Fatimah ra. satu-satunya hadis keutamaan Fatimah dalam Bukhari: lihat Fath al-Bari:14\255-256.

[41] Al-Ishabah:4\378.

Tidak ada komentar: