Kamis, 11 Desember 2008

Mutiara Hikmah: Mengapa derita itu tak terasa?



Rasulullah saw bersabda:
“Wahai hamba Allah, kalian seperti pasien yang sedang menderita
sakit, dan Tuhan kalian seperti dokternya. Kesembuhan sang pasien
tergantung pada apa yang diketahui dan diatur oleh dokternya. Bukan
tergantung pada apa yang diinginkan dan diusulkan oleh sang pasien.
Karena serahkan urusan kalian kepada Allah, niscaya kalian tergolong
pada orang-orang yang beruntung.” (Majmu’ah warâm 2: 117)

Dari sabda Rasulullah saw tersebut kita bisa mengambil beberapa
pelajaran yang sangat berharga bagi kehidupan kita. Tentunya dalam hal
ini, supaya lebih efektif, kita perlu membuat beberapa pertanyaan lalu
mencari jawabannya yang relevan dengan sabda Rasulullah saw tesebut,
dan diharapkan juga Anda menambahkan pertanyaan-pertanyaan yang
dihasilkan dari perenungan:
1. Adakah seorang dokter yang mampu memberi jawaban yang pasti
terhadap penyakit yang diderita oleh pasiennya? Mengapa kita percaya
terhadap hasil diagnose dokter? Padahal ia tidak memberikan jawaban
yang pasti. Karena kita menyakini bahwa dokter itu memiliki otoritas
keilmuan dalam bidangnya walaupun itu tidak pasti.

2. Mengapa kita merasakan sakit yang diderita oleh organ tubuh kita?
Dan mengapa penyakit batin tidak terasa atau tidak begitu terasa?
Bukankah fitrah kita sudah sangat menderita akibat bermacam-macam
penyakit yang menyiksanya? Bukankah kegelisahan jiwa, goncangan hidup,
dan penderitaan batin itu akibat dari penyakit-penyakit yang diderita
olehnya? Mengapa kita enggan mendatangi super dokter saat gejala
penyakit itu mulai terasa?Mengapa kita membiarkan penyakit itu
menjalar ke seluruh organ batin? Sementara jika penyakit fisik
dirasakan kita langsung mendatangi dokter.

3. Bagaimana cara menyerahkan urusan kepada Allah swt? Dalam kehidupan
ini banyak sekali urusan yang tak terselesaikan oleh kemampuan gerak
fisik, pikiran, dan kesempatan waktu. Banyak hal-hal yang berada di
luar kemampuan manusia. Misalnya apa yang akan terjadi pada diri kita
esok hari dan masa yang akan datang? Apa yang akan dialami dan
dilakukan oleh keluarga kita sesudah kita pulang ke alam yang abadi?
Apa-apa yang akan dialirkan kepada kita oleh keluarga kita, dan resiko
apa yang akan kita derita akibat ulah keluarga kita?
4. Dalam menyerahkan urusan kepada orang lain saja bermacam-macam
sebab, faktor dan tingkatan. Ada karena tidak mampu mengurusinya. Ada
juga karena tak punya waktu dan kesempatan walaupun mampu
melakukannya. Ada juga karena tak percaya diri walaupun sebenarnya
mampu melakukannya.

5. Mengapa kita menyerahkan suatu urusan kepada seseorang? Di sini
banyak jawabannya. Mungkin karena kepercayaan dan keyakinan bahwa
orang tersebut memiliki kemampuan dan dapat dipercaya. Ada yang
kepercayaannya penuh, ada juga yang setengah hati, ada juga karena
terpaksa.

6. Demikian juga penyerahan urusan kepada Allah swt. Ulama sufi
membagi penyerahan urusan kepada Allah swt ke dalam tiga tingkatan:
Dengan kepercayaan penuh seperti menyerahnya seorang mayit pada orang
yang memandikannya. Ada juga seperti penyerahan seorang bayi pada
ibunya, dan ada juga seperti penyerahan urusan seseorang kepada
pengacaranya. Model yang manakah penyerahan diri dan urusan kepada
Allah swt yang paling efektif pengaruhnya dalam kehidupan kita? Dan
mengapa penyerahan diri dan urusan kepada Allah swt tidak dirasakan
hasilnya oleh sebagian kita?

Tidak ada komentar: