Keutamaan Penulis Wahyu?
Suatu ketika pernah saya membaca buku seorang Syaikh Salafy yang berkaitan dengan keutamaan Muawiyah. Kurang lebih Syaikh itu mengecam mereka yang menjelek-jelekkan Muawiyah. Syaikh itu menuduh mereka yang menolak keutamaan Muawiyah sebagai antek-antek orientalis yang ingin menjatuhkan nama Islam. Menurutnya Muawiyah adalah seorang penulis wahyu dan menolak hal ini sama halnya dengan meragukan Al Quran sendiri.
.
Alasan ini terlalu aneh bagi saya. Bukankah yang menulis wahyu itu ada banyak dan lagipula apa benar menjadi penulis wahyu adalah keutamaan yang begitu besarnya sehingga siapapun yang menjadi penulis wahyu tidak boleh dikecam perilakunya. Lantas bagaimana dengan hadis berikut
عن أنس بن مالك قال كان منا رجل من بني النجار قد قرأ البقرة وآل عمران وكان يكتب لرسول الله صلى الله عليه و سلم فانطلق هاربا حتى لحق بأهل الكتاب قال فرفعوه قالوا هذا قد كان يكتب لمحمد فأعجبوا به فما لبث أن قصم الله عنقه فيهم فحفروا له فواروه فأصبحت الأرض قد نبذته على وجهها ثم عادوا فحفروا له فواروه فأصبحت الأرض قد نبذته على وجهها ثم عادوا فحفروا له فواروه فأصبحت الأرض قد نبذته على وجهها فتركوه منبوذا
Dari Anas bin Malik yang berkata “Di antara kami ada seorang laki-laki dari Bani Najjar yang telah membaca surah Al Baqarah dan surah Ali Imran dan ia seorang penulis wahyu untuk Rasulullah SAW. Kemudian ia pergi melarikan diri dan bergabung bersama Ahli Kitab yang menyanjungnya. Mereka berkata ”Orang ini pernah menjadi penulis wahyu bagi Muhammad” sehingga mereka pun mengaguminya. Tidak beberapa lama kemudian Allah menimpakan bencana pada orang itu hingga kematiannya. Mereka para ahli kitab menggali kuburan untuknya dan menguburkannya. Keesokan harinya bumi telah memuntahkan jasad orang itu ke permukaan. Mereka ahli kitab itu pun menggali kuburan kembali dan menguburkannya tetapi keesokan harinya bumi kembali memuntahkan jasad orang itu. Lagi-lagi mereka menggali kuburan dan menguburkan jasad orang itu dan begitu pula keesokan harinya bumi memuntahkan kembali jasad tersebut. Akhirnya mereka ahli kitab membiarkan jasad orang itu terbuang.(Shahih Muslim juz 4 hal 2145 hadis no 14 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi)
.
Sepertinya nasib seorang Penulis wahyu dalam hadis ini benar-benar sangat buruk sehingga bumi tidak bersedia menerima jasadnya. Apa yang terjadi, bukankah menjadi seorang penulis wahyu adalah keutamaan yang sangat besar. Ah entahlah, saya tidak terlalu mengerti hadis ini. Ada yang mau memberikan pendapat? Silakan, silakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar